SEJARAH DATU PEJANGGIK
Kalau Sejarah yang sejatinya saya publish/ceritakan maka akan timbul komentar yang banyak dari semua rekan, jama’ah, tua muda, setiap orang yang mendengar keterangan buku sejarah ini, semuanya akan terkejut, sakit kepala, sambil mengangguk anggukkan kepala. Ah…, karangan yang mustahil ini katanya. Tidak pernah kudengar dari orang-orang dahulu. Dari ibu bapak nenek moyangku, keterangan tersebut sangat menyimpang, menyalahi keterangan yang sudah ada. Serta membantah keterangan yang sudah ada sebelumnya yang sudah tercatat dari nenek moyang kita dahulu, ah… orang ini benar-benar kurang ajar sekali, sombong sekali, nakal, anak kecil, anak kemarin sore sudah berfikiran seperti orang tua. Seribu satu macam kata-kata cacian , hinaan, celaan, ejekan, penghinaan, yang dalam anggapan kami hal itu wajar, patut dan boleh saja dilakukan dan tdak menjadi masalah karena memang begitulah sebenarnya. Yang terpenting adalah bersikap tenang di dalam menghadapi rintangan dan tantangan. Sikap tenang tersebut adalah sikap orde baru. Juga sejarah yang membantah keterangan buku kami ini, dalam anggapan kami merupakan hal yang wajar, demikian adanya, begitulah adanya karena susunan sejarah masa lampau tentu tidak sesuai dengan era orde baru. Marilah kita ingat sedikit di zaman rosul nabi Muhammad SAW, zaman tersebut adalah zaman perbaikan, zaman reformasi. Zaman reformasi namanya. Era memperbaiki seperti diungkapkan semua orang bahwa zaman tersebut adalah zaman rahmat yang pantas disebut sebagai era orde baru. Bahkan merupakan era di atas orde baru. Baru diatas seribu kali baru, marilah kita perhatikan firman allah dalam al qur’an : Artinya : sebutlah wahai Muhammad, sudah datang yang benar, sudah datang yang baru dan lenyap yang luntur, lenyap yang tidak benar. Kalau boleh tahu, Manakah yang dinamakan zaman dahulu itu? Baiklah, yang dinamakan zaman dahulu adalah zaman penjajahan, sementara pulau Lombok, pulau sasak berapa kalikah mengalami penjajahan? Anda semua sudah tahu jawabannya. Sang penjajah tidak mungkin datang ke wilayah orang untuk memperbaiki, membenah atau memperbagus atau datang untuk membuat persatuan dan persaudaraan, mereka tentu datang untuk sebaliknya. Marilah kita perhatikan di dalam ayat al qur an surat an naml ayat 34. Artinya : berkata ratu balqis, bahwasanya raja-raja apabila memasuki suatu negeri mereka mengalahkan satu negeri niscaya membikin rusak negeri itu dan menjadikan pemuka-pemuka daerah tersebut menjadi orang hina rendah. Dan memang demikianlah cara cara yang mereka perbuat. Nah, di dalam ayat tersebut terdapat keterangan yang sangat jelas bahwa tindakan-tindakan penjajah atau cara cara penjajahan semuanya merubah, merusak mengganti, menukar, yakni merubah akhlak merubah keyakinan, merubah pemahaman, merubah kebudayaan, merubah keyakinan, merubah gaya pakaian, merubah adat istiadat dan lain sebagainya. Yang paling penting mereka rubah pertama kali dan merupakan hal perubahan yang paling utama adalah mereka merubah sejarah. Mengganti sejarah yang tinggi menjadi rendah yang rendah menjadi tinggi. Yang putih menjadi hitam, yang hitam menjadi putih, begitulah seterusnya cara-cara penjajah.
Kalau Sejarah yang sejatinya saya publish/ceritakan maka akan timbul komentar yang banyak dari semua rekan, jama’ah, tua muda, setiap orang yang mendengar keterangan buku sejarah ini, semuanya akan terkejut, sakit kepala, sambil mengangguk anggukkan kepala. Ah…, karangan yang mustahil ini katanya. Tidak pernah kudengar dari orang-orang dahulu. Dari ibu bapak nenek moyangku, keterangan tersebut sangat menyimpang, menyalahi keterangan yang sudah ada. Serta membantah keterangan yang sudah ada sebelumnya yang sudah tercatat dari nenek moyang kita dahulu, ah… orang ini benar-benar kurang ajar sekali, sombong sekali, nakal, anak kecil, anak kemarin sore sudah berfikiran seperti orang tua. Seribu satu macam kata-kata cacian , hinaan, celaan, ejekan, penghinaan, yang dalam anggapan kami hal itu wajar, patut dan boleh saja dilakukan dan tdak menjadi masalah karena memang begitulah sebenarnya. Yang terpenting adalah bersikap tenang di dalam menghadapi rintangan dan tantangan. Sikap tenang tersebut adalah sikap orde baru. Juga sejarah yang membantah keterangan buku kami ini, dalam anggapan kami merupakan hal yang wajar, demikian adanya, begitulah adanya karena susunan sejarah masa lampau tentu tidak sesuai dengan era orde baru. Marilah kita ingat sedikit di zaman rosul nabi Muhammad SAW, zaman tersebut adalah zaman perbaikan, zaman reformasi. Zaman reformasi namanya. Era memperbaiki seperti diungkapkan semua orang bahwa zaman tersebut adalah zaman rahmat yang pantas disebut sebagai era orde baru. Bahkan merupakan era di atas orde baru. Baru diatas seribu kali baru, marilah kita perhatikan firman allah dalam al qur’an : Artinya : sebutlah wahai Muhammad, sudah datang yang benar, sudah datang yang baru dan lenyap yang luntur, lenyap yang tidak benar. Kalau boleh tahu, Manakah yang dinamakan zaman dahulu itu? Baiklah, yang dinamakan zaman dahulu adalah zaman penjajahan, sementara pulau Lombok, pulau sasak berapa kalikah mengalami penjajahan? Anda semua sudah tahu jawabannya. Sang penjajah tidak mungkin datang ke wilayah orang untuk memperbaiki, membenah atau memperbagus atau datang untuk membuat persatuan dan persaudaraan, mereka tentu datang untuk sebaliknya. Marilah kita perhatikan di dalam ayat al qur an surat an naml ayat 34. Artinya : berkata ratu balqis, bahwasanya raja-raja apabila memasuki suatu negeri mereka mengalahkan satu negeri niscaya membikin rusak negeri itu dan menjadikan pemuka-pemuka daerah tersebut menjadi orang hina rendah. Dan memang demikianlah cara cara yang mereka perbuat. Nah, di dalam ayat tersebut terdapat keterangan yang sangat jelas bahwa tindakan-tindakan penjajah atau cara cara penjajahan semuanya merubah, merusak mengganti, menukar, yakni merubah akhlak merubah keyakinan, merubah pemahaman, merubah kebudayaan, merubah keyakinan, merubah gaya pakaian, merubah adat istiadat dan lain sebagainya. Yang paling penting mereka rubah pertama kali dan merupakan hal perubahan yang paling utama adalah mereka merubah sejarah. Mengganti sejarah yang tinggi menjadi rendah yang rendah menjadi tinggi. Yang putih menjadi hitam, yang hitam menjadi putih, begitulah seterusnya cara-cara penjajah.